oleh Lady Sion
Kau panggil aku Ibu Pertiwi,
seperti halnya sebutan Prithvi untukku.
Tak lupa Gaia sering disematkan pada namaku.
Sederhana saja, aku sang bumi.
Dalam jagad semesta hunianku, surga anugerahNya,
Erat bersama para saudaraku seluruh planet,
Rukun bersama kawanku seluruh galaksi dan benda langit,
Surya, rembulan, seluruh satelit abdi kami, tak lelah menemani dan menjaga.
Terurai tiap misteri kehidupan turut pada kalian, pelindung nyawaku.
Mahkotaku atmosfer, berhias mega dan payoda.
Pelangi menudungi rikmaku menjuntai hingga tirta amarta sebagai alasku.
Ribuan zamrud alam jadi permataku.
Sejuknya sarayu, hembusan nafasku.
Segenap ancala pusakaku membentang gagah bersama hutan busana jati diri dan sukmaku.
Namun… mengapa kini kau rampas?
Kenapa kalian lucuti?
Konspirasi lokawigna t’lah merusak kedamaianku,
Pijaran api nafsu serakahmu t’lah menodai kehormatanku.
Kobaran asap egomu t’lah menginjak martabatku.
Mataku pedih, dadaku sesak !
Semarak atmaku hirap, tenggelam dalam masygul.
Udara panas kini t’lah menjadi hembusan nafasku.
Kabur penglihatanku tak mampu lagi ku lihat rumah, kawan, saudara, abdi, bahkan pendampingku.
Nampak hangus memerah mahkota ini, telah buram tudungku tak lagi indah menjuntai.
Tirta mengeruh, tak lagi segar basahi pijakanku.
Air mata tangisku, t’lah menjadi hujan asam.
Apakah kalian membiarkanku sekarat dalam mala?
Aku memang tak perlu ditakuti, namun juga bukan untuk diperbudak.
Tak meminta apapun, bahkan tak menuntut segalanya.
Ingatlah tabiatku yang bersahaja, setia, konsisten, tak pernah ingkar janji.
Hanya mohon keselarasan antara kita.
Mengalirkan diri dalam harmoni kehidupan, memperindah citra semesta.
Menghayati dan merenungkan keagunganNya.
Malang, Soma Pon 30 September 2019