Total Quality Management

Lady Sion
27 min readJun 22, 2020

--

oleh Lady Sion, Justi Nabut, Trias Wahyuningastuti, Ahya Nasrulloh Rozak

Dalam memilih suatu produk, konsumen tentunya juga sangat memperhatikan kualitas produk tersebut di samping pertimbangan berdasarkan selera dan harga.

BAB I — PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dunia usaha di era globalisasi yang serba modern memerlukan berbagai wawasan, ilmu pengetahuan, dan teknologi dalam pengembangannya. Sehingga menghadapi hal ini mau tidak mau perusahaan harus ikut mengalami perubahan baik secara struktural maupun sumber daya yang dimiliki. Salah satu cara yang bisa ditempuh oleh perusahaan adalah dengan membenahi sumber daya yang dimiliki melalui penerapan Total Quality Management (TQM) yang dalam bahasa Indonesia disebut Manajemen Mutu Total atau Manajemen Mutu Terpadu (Integrated Quality Control).

Perusahaan menerapkan Total Quality Management bertujuan untuk memenuhi kepuasan dan harapan pelanggan, tuntutan perubahan lingkungan dan tuntutan perusahaan sendiri. Penerapan TQM yang efektif membawa pengaruh positif sehingga pada akhirnya akan memberikan manfaat bagi organisasi. Sebab dengan adanya penerapan TQM yang memfokuskan pada layanan jasa serta adanya keterlibatan tenaga kerja diharapkan dapat mempengaruhi kinerja dari perusahaan atau organisasi tersebut. Sehingga menciptakan organisasi atau perusahaan yang dulu bersaing hanya pada tingkat lokal, regional atau nasional kini akan dapat bersaing dengan perusahaan-perusahaan dari seluruh penjuru dunia.

Suatu organisasi dapat memiliki keunggulan dalam skala global, jika organisasi tersebut mampu melakukan pekerjaan secara lebih baik dalam rangka menghasilkan barang atau jasa berkualitas tinggi dengan harga yang wajar dan bersaing. Dengan kata lain, dalam pasar global yang modern, kunci untuk meningkatkan daya saing adalah kualitas (Zusrony, 2013).

Dalam kondisi yang demikian, perlu diusahakan lebih dini oleh organisasi, baik bisnis maupun publik. Masyarakat akan semakin kritis memilih barang dan jasa yang diperlukan. Hal semacam ini menjadi acuan suatu organisasi untuk lebih meningkatkan produktivitas dan mutu usahanya agar tujuan organisasi yang telah dicanangkan dapat tercapai.

Keberhasilan di negara-negara maju banyak didorong oleh ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas dari pada ketersediaan sumber daya alam yang melimpah. Seperti di Jepang yang sumber daya alamnya terbatas tetapi memiliki kualitas sumber daya manusianya yang tinggi, maka mampu mendongkrak kemajuan negara untuk dapat bersaing dengan negara-negara lain (Zusrony, 2013).

Heidelberg — Jerman
Grindelwald — Switzerland
Lauterbrunnen — Switzerland

Dalam kondisi yang demikian, perlu diusahakan lebih dini oleh organisasi, baik bisnis maupun publik. Masyarakat akan semakin kritis memilih barang dan jasa yang diperlukan. Hal semacam ini menjadi acuan suatu organisasi untuk lebih meningkatkan produktivitas dan mutu usahanya agar tujuan organisasi yang telah dicanangkan dapat tercapai.

Keberhasilan di negara-negara maju banyak didorong oleh ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas dari pada ketersediaan sumber daya alam yang melimpah. Seperti di Jepang yang sumber daya alamnya terbatas tetapi memiliki kualitas sumber daya manusianya yang tinggi, maka mampu mendongkrak kemajuan negara untuk dapat bersaing dengan negara-negara lain (Zusrony, 2013).

Kota di Negara Jepang
Singapura sebagai salah satu negara maju di Asia Tenggara

Atas dasar hal tersebut, maka tidak dapat dipungkiri pengembangan dan peningkatan kualitas sumber daya merupakan prioritas dan tantangan yang harus dihadapi dalam menyambut era globalisasi. Sehingga diperlukan penerapan peran Total Quality Management (TQM) atau di Indonesia dikenal istilah Manajemen Mutu Terpadu (MMT) yang merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungannya. Konsep Total Quality Management (TQM) di samping sebagai filosofi dan prinsip-prinsip manajemen, juga merupakan seperangkat strategi dan praktik yang dapat digunakan dalam meningkatkan daya saing dan kinerja perusahaan melalui pemenuhan kebutuhan dan kepuasan pelanggan (Tannady, 2015).

TQM merupakan pendekatan yang seharusnya dilakukan organisasi di masa kini untuk memperbaiki kualitas produk, menekan biaya produksi, dan meningkatkan produktivitas. Implementasi TQM juga berdampak positif terhadap biaya produksi dan pendekatan perusahaan. Sehingga dengan demikian perusahaan lebih mampu dan siap untuk persaingan global yang akan semakin meningkat di masa depan.

B. Tujuan

Berdasarkan uraian pada sub-bab latar belakang maka tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui tentang konsep, instrumen, dan manfaat dari Total Quality Management.

2. Mengetahui tentang peningkatan kualitas sumber daya manusia.

3. Mengetahui indikator kepuasan pelanggan.

C. Ruang Lingkup Materi

1. Total Quality Management

2. Instrumen dalam Total Quality Management

3. Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia

4. Kepuasan Pelanggan

BAB II — PEMBAHASAN

A. Total Quality Manajemen (Manajemen Mutu Terpadu)

Kualitas telah menjadi sebuah elemen primer dalam berbagai instansi di tengah kompetisi global saat ini. Menjadi sebuah keharusan untuk menyesuaikan pada situasi ini sehingga mendorong manajer tidak hanya mengacu pada situasi lokal, nasional ataupun regional, namun juga harus mampu bersaing secara internasional. Sikap perusahaan untuk menghadapi hal ini hanya ada satu, yaitu ikut mengalami perubahan baik secara struktural maupun sumber daya yang dimiliki. Salah satu cara yang bisa ditempuh oleh perusahaan adalah dengan membenahi sumber daya yang dimilikinya melalui penerapan Total Quality Management (TQM) yang dalam bahasa Indonesia disebut Manajemen Mutu Total atau Manajemen Mutu Terpadu (Integrated Quality Control). Sebab melalui pengelolaan sumber daya secara professional mampu mewujudkan keseimbangan antara kebutuhan para karyawan dengan tuntutan dan kemampuan perusahaan. Oleh sebab itu, perkembangan sebuah perusahaan sangat dipengaruhi dengan terjadinya keseimbangan hal tersebut sehingga perusahaan dapat tumbuh dan berkembang secara wajar. (Suyitno, 2016).

Total Quality Management merupakan seni dalam mengelola sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan organisasi (Tannady, 2015) serta dikembangkan tidak hanya sekedar sebagai konsep yang menekankan pada kualitas produk akhir saja, namun juga mengutamakan kualitas proses, lingkungan kerja, sumber daya manusianya yang menghasilkan produk sebagaimana yang diinginkan dan dibutuhkan oleh konsumen (Heizer and Render, 2005). Total Quality Management merupakan filosofi konsep atau seperangkat pedoman tentang bagaimana keterpaduan antara seluruh bagian atau departemen yang ada di perusahaan harus bertindak dan berstrategi agar tercipta apa yang dinamakan manajemen mutu terpadu untuk melakukan perbaikan secara terus-menerus demi perbaikan dan penyempurnaan (Tannady, 2015). Melalui pendekatan dalam menjalankan usaha tersebut, diharapkan akan dapat memaksimalkan daya saing organisasi baik untuk produk, jasa, manusia, proses dan lingkungannya (Glover and Noon, 2005).

TQM mempunyai sejarah panjang, hampir lima dekade yang lalu istilah TQM telah tumbuh dan berkembang sebagai hasil sintesis dari berbagai sumber. Semula ide TQM muncul pertama kali di Amerika Serikat, tetapi kemudian diorganisasikan dan dilaksanakan di beberapa perusahaan Jepang. Khususnya setelah Perang Dunia II, di mana Jepang menjadi negara yang terbelakang secara sosial akibat dampak perang tersebut, juga membawa industri otomotif Jepang merasakan dampaknya. TQM ini diseminarkan sekaligus diterapkan dalam bentuk program-program pelatihan di berbagai sektor industri. Dua orang profesional yang merupakan pakar TQM, baik di Jepang maupun Amerika Serikat adalah W. Edward Deming dan Joseph M. Juran (Prawirosentono, 2002). Di Jepang Deming banyak mengajarkan TQM kepada insinyur dan perusahaan otomotif di Jepang dan memperkenalkan PDCA (Plan — Do — Check — Action) sebagai upaya organisasi untuk terus dapat bertahan di tengah kompetisi (Tannady, 2015).

Peran Deming terutama mengajarkan betapa pentingnya pihak manajemen suatu perusahaan harus bertanggung jawab penuh dalam penerapan sistem kualitas produk secara total dalam menghasilkan produk yang baik dan tidak cacat. Artinya, Deming menjadi pencetus yang mengintroduksi TQM dengan mencegah terjadinya produk cacat (Prawirosentono, 2002). Di Jepang, ia pun memperkenalkan tentang Statistical Quality Control (SQC) yang didasari pada prediksinya yang dalam waktu lima tahun hambatan impor di Jepang akan dapat teratasi dengan penerapan SQC. Namun ternyata tidak sampai lima tahun, produk-produk Jepang telah menguasai pasar dunia (Tannady, 2015).

Pola manajemen industri sebelum lahirnya TQM adalah sangat berorientasi pada produk yang dihasilkan, sedangkan TQM lebih menekankan orientasi terhadap konsumen dan pelanggan. Dewasa ini dapat diamati bahwa produk yang berkualitas tidak selalu lebih cepat terjual daripada produk kualitas biasa-biasa saja namun memiliki aspek yang dibutuhkan oleh konsumen, seperti desain, bentuk, dan fungsi. Sehingga, seiring dengan perkembangan zaman terutama di era kompetisi global saat ini TQM menjadi tidak hanya menitikberatkan pada rencana yang dibangun oleh organisasi, namun haruslah berorientasi jangka panjang, artinya terjadi pertumbuhan pada bisnis, investasi, kemampuan menyediakan lapangan kerja lebih banyak lagi dan berdaya saing. Pada aspek manajerial, fokus kepada peranan manajer dan pemimpin mengalami banyak perubahan, manajer yang semula bertugas merencanakan, menugaskan, dan mengontrol kini harus mampu juga untuk mendelegasikan, memfasilitasi, dan membimbing. Dengan kata lain peran pimpinan berubah dari “boss” menjadi “leader” (Tannady, 2015).

Di dalam “Kualitas”, kita mengenal adanya hirarki dari kualitas, yakni QC — QA — QM — TQM. Pada lingkaran hirarki kualitas, posisi TQM adalah yang besar cakupannya, meliputi pelaksanaan QC (Quality Control), QA (Quality Assurance), QI (Quality Improvement), dan QM (Quality Management). Gambar 2.1 memperlihatkan posisi QC, QA, QI, QM di dalam hirarki kualitas (Dawson, 2017).

Hirarki Kualitas. Sumber : Tannady, 2015

Penjelasannya adalah sebagai berikut, pertama-tama dimulai dari QC (Quality Control) yang memiliki peranan sebagai berikut :

  • Melakukan prosedur yang digunakan dalam setiap pengujian untuk memastikan uji coba secara valid dan hasilnya dapat diukur secara pasti.
  • Menysun sistem untuk memverifikasi dan mempertahankan tingkat kualitas yang diinginkan dalam pengujian atau proses individual.
  • Memantau dan menilaian proses pengujian laboratorium untuk mengidentifikasi masalah dan mempertahankan kinerja.
  • Teknik dan kegiatan operasional digunakan untuk memenuhi persyaratan untuk kualitas (Dawson, 2017).

Kedua adalah QA (Quality Assurance) yakni bagian dari manajemen mutu yang berfokus pada memberikan keyakinan bahwa persyaratan kualitas akan dipenuhi. Memiliki tugas sebagai berikut :

  • Mengidentifikasi masalah secara sistematis dalam merancang kegiatan untuk mengatasi masalah, melakukan pemantauan tindak lanjut untuk memeriksa bahwa tidak ada masalah baru yang terjadi, memastikan langkah-langkah perbaikan telah efektif, dan memberikan perawatan medis jika diperlukan.
  • Melakukan kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk memastikan pemenuhan kerja dengan standar kualitas minimum.
  • Semua tindakan yang dilakukan adalah untuk membangun, melindungi, dan meningkatkan kualitas (Dawson, 2017).

Lalu QI (Quality Improvement) atau Peningkatan Kualitas dengan rincian tugas sebagai berikut :

  • Menganalisis kinerja dan melakukan upaya sistematis untuk memperbaikinya.
  • Melakukan tindakan sistematis dan berkelanjutan yang mengarah pada peningkatan terukur dalam kualitas layanan dan peningkatan jumlah kustomer yang ditargetkan.
  • Menentukan standar pelayanan, sumber daya, proses produksi, hingga menghasilkan produk akhir lalu menilai kembali standar-standar itu secara berkala, dan terus meningkatkan sistem yang mendukung standar-standar itu.
  • Menerapkan serangkaian teknik untuk studi berkelanjutan dan peningkatan proses pemberian layanan beserta produk yang dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan dari layanan beserta produk tersebut. Ini memiliki tiga elemen dasar antara lain pengetahuan pelanggan, fokus pada proses pemberian layanan, dan pendekatan statistik yang bertujuan untuk mengurangi variasi yang tidak banyak diperlukan dalam proses-proses tersebut (Dawson, 2017).

Kemudian QM (Quality Management) atau manajemen mutu yang merupakan penerapan sistem dalam mengelola suatu proses untuk mencapai kepuasan pelanggan maksimum dengan biaya keseluruhan terendah untuk instansi sambil terus meningkatkan proses. Kegiatan dan fungsi manajemen yang terlibat dalam penentuan kebijakan mutu dan implementasinya melalui cara-cara seperti perencanaan kualitas dan jaminan kualitas termasuk pengendalian mutu. Manajemen mutu mencakup semua kegiatan fungsi manajemen keseluruhan yang menentukan tujuan dan tanggung jawab kebijakan mutu kemudian mengimplementasikannya dengan cara seperti perencanaan kualitas, proses kualitas, kontrol kualitas, penilaian kualitas, dan peningkatan kualitas dalam sistem kualitas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa manajemen mutu adalah tindakan mengawasi semua kegiatan dan tugas yang diperlukan untuk mempertahankan tingkat keunggulan yang diinginkan. Ini termasuk penentuan kebijakan mutu, menciptakan serta menerapkan perencanaan dan jaminan kualitas, lalu kontrol kualitas hingga peningkatan kualitas (Dawson, 2017).

Tingkatan yang terakhir adalah TQM (Total Quality Managament) atau Manajemen Mutu Terpadu yang merupakan pendekatan manajemen untuk kesuksesan jangka panjang melalui kepuasan pelanggan. Sebab pada tingkatan manajemen mutu terpadu memiliki filosofi manajemen yang berupaya untuk mengintegrasikan semua fungsi organisasi mulai dari keuangan, sumber daya, produksi, layanan pelanggan, dan lain sebagainya serta berfokus pada pemenuhan kebutuhan pelanggan dan tujuan organisasi. Juga filosofi bisnis yang memiliki pengertian bahwa kesuksesan jangka panjang perusahaan berasal dari kepuasan pelanggan. TQM mensyaratkan bahwa semua pemangku kepentingan dalam bisnis bekerja bersama untuk meningkatkan proses, produk, layanan, dan budaya perusahaan itu sendiri (Dawson, 2017).

Menurut Ross (1995), mendefinisikan Total Quality Management sebagai integrasi dari semua fungsi dan proses dalam organisasi untuk memperoleh dan mencapai perbaikan serta perbaikan peningkatan kualitas barang sebagai produk dan layanan yang berkesinambungan sehingga dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi Manajemen Mutu Terpadu. Tujuan utamanya adalah kepuasan konsumen atau pelanggan. Karena acuannya adalah bidang ekonomi, perdagangan dan perusahaan, maka kendali mutu merupakan hal yang sangat mendasar dalam menjamin persaingan pasar global. Selanjutnya konsep TQM didasarkan atas sejumlah gagasan yang memiliki pengertian bahwa memikirkan kualitas atau mutu harus dilihat dari berbagai fungsi perusahaan yang di mulai dari proses awal sampai akhir proses dengan mengintegrasikan berbagai fungsi yang saling berhubungan pada semua tindakan.

Pada dasarnya Manajemen Mutu Terpadu didefinisikan sebagai suatu cara meningkatkan performasi secara terus menerus (continuous performance improvement) pada setiap level operasi atau proses, dalam setiap area fungsional dari suatu organisasi, dengan menggunakan semua sumber daya manusia dan modal yang tersedia (Gaspersz, 2005). Sedangkan menurut Tjiptono dan Diana (2003), Total Quality Management (TQM) merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, sumber daya manusia, proses, dan lingkungannya. Secara singkat TQM merupakan sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha yang berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi. Tujuannya adalah untuk menjamin bahwa pelanggan puas terhadap barang dan jasa yang diberikan, serta menjamin bahwa tidak ada pihak yang dirugikan (Sallis, 2011).

Total Quality Management (TQM) merupakan suatu konsep manajemen modern yang berusaha untuk memberikan respon secara tepat terhadap setiap perubahan yang ada, baik yang didorong oleh kekuatan eksternal maupun internal organisasi. Dasar pemikiran penerapan TQM sangatlah sederhana, yakni bahwa cara terbaik agar dapat bersaing unggul dalam persaingan global adalah dengan menghasilkan kualitas yang terbaik. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa Total Quality Management (TQM) atau Manajemen Mutu Terpadu merupakan teori ilmu manajemen yang mengarahkan pimpinan organisasi dan personilnya untuk melakukan program perbaikan mutu secara berkesinambungan yang terfokus pada pencapaian kepuasan para pelanggan.

Menurut teori Ishikawa dalam Nasution (2005), Total Quality Management dipahami sebagai perpaduan semua fungsi manajemen, semua bagian dari suatu perusahaan dan semua orang ke dalam falsafah holistik yang dibangun berdasarkan konsep kualitas, teamwork, produktivitas, dan kepuasan pelanggan. Sementara menurut Tjiptono dan Diana (2003) pengertian TQM adalah : “Suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus-menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya.”

Selanjutnya menurut Ariani (2014) dalam pendekatan holistik, TQM merupakan kerangka kerja yang mendukung manajemen pelayanan, yang akhir-akhir ini banyak diterapkan pada industri jasa, walaupun dimulai dari industri manufaktur. Kerangka kerja TQM tersebut ditopang oleh tujuh hal yaitu: kepemimpinan dan budaya kualitas, penggunaan informasi dan analisis, perencanaan strategik, pengembangan sumber daya manusia dan manajemen sumber daya manusia, manajemen kualitas proses, kualitas dan hasil operasi, serta fokus pada pelanggan dan kepuasan pelanggan.

Tujuan TQM ialah untuk memberikan produk dan jasa berkualitas yang memenuhi kebutuhan dan kepuasan pasar konsumen berkelanjutan (sustainable satisfaction) dan pada gilirannya akan menimbulkan pembelian berkesinambungan sehingga dapat meningkatkan produktivitas produsen mencapai skala ekonomis yang mengakibatkan penurunan biaya produksi. Implikasi dari hal tersebut adalah bahwa penerapan TQM harus mempunyai visi, misi dan kemampuan untuk mengembangkan pasar yang telah ada, maupun dapat mengantisipasi kebutuhan produk atau jasa yang akan datang. Kreativitas dan kemampuan manajemen menciptakan pasar yang akan datang inilah yang dapat menjamin kelangsungan hidup perusahaan sebagai pemimpin atau pionir dalam pasar tersebut.

Beberapa perusahaan yang telah menerapkan TQM ada yang telah berhasil meningkatkan kinerjanya, tetapi ada juga yang belum mampu meningkatkan kinerja mereka (Suprantiningrum, 2002). Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh Kumalaningrum (2000) bahwa penerapan manajemen kualitas di Indonesia masih parsial, hal ini dapat dibuktikannya dengan tidak seluruhnya dimensi infrastruktur pendukung penerapan TQM berpengaruh terhadap kinerja.

Dari definisi-definisi yang telah diuraikan dapat dipahami bahwa Total Quality Management merupakan sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi. Sehingga konsep Total Quality Management adalah pendekatan manajemen sistematik yang berorientasi pada organisasi, pelanggan, dan pasar melalui kombinasi antara pencarian fakta praktis dan penyelesaian masalah guna menciptakan peningkatan secara signifikan dalam kualitas, produktifitas dan kinerja lain dalam perusahaan.

B. Peningkatan Berkelanjutan Manajemen Mutu Terpadu

Manajemen Mutu Terpadu adalah suatu cara untuk meningkatkan performasi secara terus menerus (continuous performance improvement) pada setiap level operasi atau proses, di setiap area fungsional dari suatu organisasi, dengan menggunakan semua sumber daya manusia dan modal yang tersedia (Gaspersz, 2005). Peningkatan berkelanjutan mutlak diperlukan oleh perusahaan yang ironisnya seringkali mengalami kehilangan kecepatan (velocity) dan percepatan (acceleration), dimana 2 hal ini amat dibutuhkan dalam meningkatkan daya saing perusahaan agar menang dalam persaingan dan tidak tertinggal di tengah kompetisi.

Deming merupakan tokoh yang mengemukakan hal ini kepada industri di Jepang pada mulanya.

Deming Wheel (Roda Deming). Sumber : Tannady, 2015

Dimulai dengan tahap Plan (Merencanakan) yang adalah tahap melakukan identifikasi atas permasalahan yang terjadi dan mengambil kesimpulan terhadap faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi dan menyebabkan terjadinya suatu permasalahan. Dalam tahap ini perbaikan kualitas yang ditetapkan dan organisasi juga harus membuat perencanaan atas strategi apa dan langkah apa yang dilakukan atas penanggulangan penyebab dan penyelesaian masalah, membuat rencana waktu dan durasinya serta membuat perencanaan atas sumber daya yang akan digunakan juga menentukan siapa orang yang bertanggung jawab sebagai koordinator atau PIC (Person in Charge) atas setiap aktivitas yang akan dilakukan (Tannady, 2015).

Kedua adalah tahapan Do (Melaksanakan), di mana tim kualitas bertugas mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk perbaikan kualitas dan merealisasikan rencana dan strategi yang telah direncanakan secara matang sebelumnya. Jika ada hal yang terjadi di luar perencanaan awal yang tidak tertanggulangi pada tahapan Do, itu karena belum mendapat informasi langsung dari lapangan tentang apa saja yang akan terjadi akibat respon dari implementasi rencana perbaikan termasuk hal lain yang masih luput dari perhatian dan tidak masuk dalam rencana (Tannady, 2015).

Berikutnya tahap Check (Memeriksa) bisa juga disebut Study (Mempelajari), yang adalah tahap pemeriksaan dan peninjauan ulang serta mempelajari hasil-hasil dari penerapan di tahap DO. Melakukan perbandingan antara hasil aktual yang telah dicapai dengan Target yang ditetapkan dan juga ketepatan jadwal yang telah ditentukan (Tannady, 2015).

Yang terakhir adalah Action (Menindak), yakni merealisasikan rencana dan simulasi tindakan yang telah direncanakan pada tahap Check (Memeriksa). Apabila rencana awal (Plan) telah berjalan dengan baik, maka tahapan Action akan mendokumentasikan dan membuat standarisasi dari langkah-langkah perbaikan yang telah dilakukan agar dapat dijadikan pedoman terhadap pengerjaan serupa pada waktu yang akan datang (Tannady, 2015).

C. Instrumen dan Cara dalam Total Quality Management

  1. Quality Function Deployment

QFD merupakan suatu metodologi yang digunakan oleh perusahaan untuk mengantisipasi dan menentukan prioritas kebutuhan dan keinginan konsumen, serta menggabungkan kebutuhan dan keinginan konsumen tersebut dalam produk dan jasa yang disediakan bagi konsumen.

QFD adalah suatu metodologi untuk menterjemahkan kebutuhan dan keinginan konsumen ke dalam suatu rancangan produk yang memiliki persyaratan teknik dan karakteristik kualitas tertentu (Satriawan, 2017). Adapun menurut Oakland J.S. dalam Satriawan (2017) QFD adalah suatu sistem untuk mendesain sebuah produk atau jasa yang berdasarkan permintaan pelanggan, dengan melibatkan partisipasi fungsi-fungsi yang terdapat dalam organisasi tertentu.

Berdasarkan definisinya, QFD merupakan praktek untuk merancang suatu proses sebagai tanggapan terhadap kebutuhan pelanggan. QFD menterjemahkan apa yang dibutuhkan pelanggan menjadi apa yang dihasilkan oleh organisasi. QFD memungkinkan organisasi untuk memprioritaskan kebutuhan pelanggan, menemukan tanggapan inovatif terhadap kebutuhan tersebut dan memperbaiki proses hingga tercapainya efektifitas maksimum. QFD juga merupakan praktik menuju perbaikan proses yang dapat memungkinkan organisasi untuk melampaui harapan pelanggan (Satriawan, 2017).

Manfaat QFD bagi perusahaan yang berusaha meningkatkan daya saingnya melaui perbaikan kualitas dan produktifitasnya secara berkesinambungan adalah sebagai berikut :

a. Fokus pada pelanggan. Organisasi TQM merupakan organisasi yang berfokus pada pelanggan. QFD memerlukan pengumpulan masukkan dan umpan balik dari pelanggan.

b. Efisiensi waktu. QFD dapat mengurangi waktu pengembangan produk karena memfokuskan pada persyaratan pelanggan yang spesifik dan telah diidentifikasikan dengan jelas.

c. Orientasi kerja sama tim (teamwork oriented). QFD merupakan pendekatan kerjasama tim. Semua keputusan dalam proses didasarkan konsensus dan dicapai melalui diskusi mendalam dan brainstorming.

d. Orientasi pada dokumentasi. Salah satu produk yang dihasilkan dari proses QFD adalah dokumen komprehensif mengenai semua data yang berhubungan dengan segala proses yang ada dan perbandingannya dengan persyaratan pelanggan (Satriawan, 2017).

2. Rumah Kualitas (House of Quality)

Menurut Bounds dalam Satriawan (2017), tahap-tahap dalam menyusun rumah kualitas adalah sebagai berikut :

a. Tahap I Matrik Kebutuhan Pelanggan, tahap ini meliputi: 1) Memutuskan siapa pelanggan, 2) Mengumpulkan data kualitatif berupa keinginan dan kebutuhan konsumen, 3) Menyusun keinginan dan kebutuhan tersebut, dan 4) Pembuatan diagram afinitas.

b. Tahap II Matrik Perencanaan, tahap ini bertujuan untuk mengukur kebutuhan-kebutuhan pelanggan dan menetapkan tujuan-tujuan performansi kepuasan.

c. Tahap III Respon Teknis, pada tahap ini dilakukan transformasi dari kebutuhan-kebutuhan konsumen yang bersifat non teknis menjadi data yang besifat teknis guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut.

d. Tahap IV Menentukan Hubungan Respon Teknis dengan Kebutuhan Konsumen. Tahap ini menentukan seberapa kuat hubungan antara respon teknis (tahap 3) dengan kebutuhan-kebutuhan pelanggan (tahap 1).

e. Tahap V Korelasi Teknis, tahap ini memetakan hubungan dan kepentingan antara karakterisitik kualitas pengganti atau respon teknis. Sehingga dapat dilihat apabila suatu respon teknis yang satu dipengaruhi atau mempengaruhi respon teknis lainnya dalam proses produksi, dan dapat diusahakan agar tidak terjadi bottleneck.

f. Tahap VI Benchmarking dan Penetapan Target, pada tahap ini perusahaan perlu menentukan respon teknis mana yang ingin dikonsentrasikan dan bagaimana jika dibandingkan oleh produk sejenis (Bounds dalam Satriawan, 2017).

3. Teknik Taguchi

Metode Taguchi dicetuskan oleh Dr. Genichi Taguchi pada tahun 1949 saat mendapatkan tugas untuk memperbaiki sistem telekomunikasi di Jepang. Metode ini merupakan metodologi baru dalam bidang teknik yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas produk dan proses serta dalam dapat menekan biaya dan pemanfaatan sumber daya seminimal mungkin (Satriawan, 2017).

Definisi kualitas menurut Taguchi adalah kerugian yang diterima oleh masyarakat sejak produk tersebut dikirimkan. Filosofi Taguchi terhadap kualitas terdiri dari empat buah konsep, yaitu:

a. Kualitas harus didesain ke dalam produk dan bukan sekedar memeriksanya.

b. Kualitas terbaik dicapai dengan meminimumkan deviasi dari target.

c. Produk harus didesain sehingga tahan atau kuat terhadap faktor lingkungan yang tidak dapat dikontrol.

d. Biaya kualitas harus diukur sebagai fungsi deviasi dari standar tertentu dan kerugian harus diukur pada seluruh sistem.

Metode Taguchi merupakan off-line quality control artinya pengendalian kualitas yang preventif, sebagai desain produk atau proses sebelum sampai pada produksi di tingkat shop floor. Off-line quality control dilakukan dilakukan pada saat awal dalam life cycle product yaitu perbaikan pada awal untuk menghasilkan produk (to get right first time). Kontribusi Taguchi pada kualitas adalah :

a) Loss Function : Merupakan fungsi kerugian yang ditanggung oleh masyarakat (produsen dan konsumen) akibat kualitas yang dihasilkan. Bagi produsen yaitu dengan timbulnya biaya kualitas sedangkan bagi konsumen adalah adanya ketidakpuasan atau kecewa atas produk yang dibeli atau dikonsumsi karena kualitas yang jelek.

b) Orthogonal Array : Orthogonal array digunakan untuk mendesain percobaan yang efisisen dan digunakan untuk menganalisis data percobaan. Ortogonal array digunakan untuk menentukan jumlah eksperimen minimal yang dapat memberi informasi sebanyak mungkin semua faktor yang mempengaruhi parameter. Bagian terpenting dari orthogonal array terletak pada pemilihan kombinasi level dari variable-variabel input untuk masing-masing eksperimen.

c) Robustness : Meminimasi sensitivitas sistem terhadap sumber-sumber variasi (Satriawan, 2017).

Dalam metode Taguchi ada tiga tahap untuk mengoptimasi desain produk atau proses produksi yaitu :

  • System Design yaitu upaya dimana konsep-konsep, ide-ide, metode baru dan lainnya dimunculkan untuk memberi peningkatan produk. Merupakan tahap pertama dalam desain dan merupakan tahap konseptual pada pembuatan produk baru atau inovasi proses. Konsep mungkin berasal dari dari percobaan sebelumnya, pengetahuan alam/teknik, perubahan baru atau kombinasinya.
  • Parameter Design. Tahap ini merupakan pembuatan secara fisik atau prototipe secara matematis berdasarkan tahap sebelumnya melalui percobaan secara statistik. Tujuannya adalah mengidentifikasi settingparameter yang akan memberikan performansi rata-rata pada target dan menentukan pengaruh dari faktor gangguan pada variasi dari target.
  • Tolerance Design. Penentuan toleransi dari parameter yang berkaitan dengan kerugian pada masyarakat akibat penyimpangan produk dari target. Pada tahap ini, kualitas ditingkatkan dengan mengetatkan toleransi pada parameter produk atau proses untuk mengurangi terjadinya variabilitas pada performansi produk (Satriawan, 2017).

4. Quality Loss Function

Quality loss function (QLF) mengidentifikasikan semua biaya yang berkaitan dengan kualitas rendah dan menunjukan bagaimana biaya ini meningkat jika kualitas produk semakin jauh dengan keinginan pelanggan. Biaya ini tidak hanya meliputi ketidakpuasan pelanggan, tetapi juga biaya garansi dan jasa, biaya pemeriksaan internal, perbaikan, scrap, dan biaya-biaya yang dianggap sebagai biaya bagi masyarakat (Satriawan, 2017).

5. Bagan Pareto

Dalam perjalanan mengelola SDM, tentu anda sering menghadapi permasalahan yang harus dicarikan solusinya. Atau bisa juga menghadapi keadaan dimana diperlukan dalam peningkatan proses (process improvement) SDM, agar kinerjanya semakin baik, produktif, efektif serta efisien. Misalnya pengurangan biaya SDM, peningkatan mutu kerja proses dll. Jika menghadapi keadaan atau permasalahan demikian, ada tool baik yang dapat digunakan, yakni menggunakan diagram Pareto (Satriawan, 2017).

Diagram Pareto adalah serangkaian seri diagram batang yang menggambarkan frekuensi atau pengaruh dari proses/keadaan/masalah. Diagram diatur mulai dari yang paling tinggi sampai paling rendah dari kiri ke kanan. Diagram batang bagian kiri relatif lebih penting daripada sebelah kanannya. Nama diagram Pareto diambil dari prinsip Pareto, yang mengatakan bahwa 80% gangguan berasal dari 20% masalah yang ada (Satriawan, 2017).

Diagram Pareto telah lama digunakan dalam quality management tools, sebagai alat untuk menginvestigasi data-data masalah yang ada kemudian dipecahkan ke dalam kategori tertentu, sehingga dapat diketahui frekuensinya untuk setiap kejadian/proses. Dengan pareto, anda dapat mengantarkan sejumlah data ke dalam bentuk yang lebih baik dan terbaca lebih mudah, sehingga dapat diambil kesimpulan dan prioritas penyelesaian tugas.

6. Bagan Proses/Diagram Alur (Bagan Arus Proses)

Bagan arus proses adalah satu alat perencanaan dan analisis yang digunakan, antara lain untuk menyusun gambar proses tahap demi tahap untuk tujuan analisis, diskusi, atau komunikasi dan menemukan wilayah-wilayah perbaikan dalam proses (Satriawan, 2017).

7. Bagan Sebab Akibat (Fishbone)

Diagram fishbone merupakan suatu alat visual untuk mengidentifikasi, mengeksplorasi, dan secara grafik menggambarkan secara detail semua penyebab yang berhubungan dengan suatu permasalahan. Menurut Scavarda, et. al (2004), konsep dasar dari diagram fishbone adalah permasalahan mendasar diletakkan pada bagian kanan dari diagram atau pada bagian kepala dari kerangka tulang ikannya. Penyebab permasalahan digambarkan pada sirip dan durinya. Kategori penyebab permasalahan yang sering digunakan sebagai start awal meliputi materials (bahan baku), machines and equipment (mesin dan peralatan), manpower (sumber Daya manusia), methods (metode), environment (lingkungan), dan measurement (pengukuran). Keenam penyebab munculnya masalah ini sering disingkat dengan 6M. Penyebab lain dari masalah selain 6M tersebut dapat dipilih jika diperlukan. Untuk mencari penyebab dari permasalahan, baik yang berasal dari 6M seperti dijelaskan di atas maupun penyebab yang mungkin lainnya dapat digunakan teknik brainstorming (Scavarda et. al, 2004).

Konsep dasar dari diagram fishbone adalah permasalahan mendasar diletakkan pada bagian kanan dari diagram atau pada bagian kepala dari kerangka tulang ikannya (Scavarda et. al, 2004). Penyebab permasalahan digambarkan pada sirip dan durinya. Kategori penyebab permasalahan yang sering digunakan sebagai start awal meliputi materials (bahan baku), machines and equipment (mesin dan peralatan), manpower (sumber daya manusia), methods (metode), environment (lingkungan), dan measurement (pengukuran). Keenam penyebab munculnya masalah ini sering disingkat dengan 6M.

Diagram fishbone ini umumnya digunakan pada tahap mengidentifikasi permasalahan dan menentukan penyebab dari munculnya permasalahan tersebut. Selain digunakan untuk mengidentifikasi masalah dan menentukan penyebabnya, diagram fishbone ini juga dapat digunakan pada proses perubahan. Diagram fishbone ini dapat diperluas menjadi diagram sebab dan akibat (cause and effect diagram). Perluasan (extension) terhadap diagram fishbone dapat dilakukan dengan teknik menanyakan “Mengapa sampai lima kali (five whys)” (Pande and Holpp dalam Scavarda, 2004).

Umumnya diagram sebab akibat menunjukkan 5 faktor yang disebut sebagai sebab (cause) dari suatu akibat (effect). Kelima faktor tersebut adalah manpower (manusia, tenaga kerja), method (metode), material (bahan), machine (mesin), dan environment (lingkungan). Diagram ini biasanya disusun berdasarkan informasi yang didapatkan dari sumbang saran. Menurut Ariani (2014), diagram sebab akibat dipergunakan untuk kebutuhan-kebutuhan sebagai berikut :

a) Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah.

b) Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah.

c) Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta-fakta lebih lanjut.

Langkah-langkah pembuatan diagram sebab akibat :

1) Tentukan masalah atau sesuatu yang akan diamati atau diperbaiki. Gambarkan panah dengan kotak di ujung kanannya dan tulis masalah yang akan diamati atau diperbaiki.

2) Cari faktor utama yang berpengaruh atau mempunyai akibat pada masalah atau sesuatu tersebut. Tuliskan dalam kotak yang telah dibuat di atas dan di bawah panah yang telah dibuat tadi.

3) Cari lebih lanjut faktor-faktor yang lebih rinci (faktor-faktor sekunder) yang berpengaruh atau mempunyai akibat pada faktor utama tersebut. Tulislah faktor-faktor sekunder tersebut di dekat panah yang menghubungkannya dengan penyebab utama.

4) Dari diagram yang telah lengkap, carilah penyebab utama dengan menganalisa data yang ada (Ariani, 2014).

Penerapan Fishbone dalam Operasional Packing PT Sasa Inti Gending

D. Manfaat Total Quality Management

Kehadiran TQM sebagai paradigma baru menuntut komitmen jangka panjang dan perubahan total atas paradigma manajemen tradisional. Secara sederhana, paradigma dapat diartikan cara pandang atau cara berpikir. Secara umum menurut Tjiptono dan Diana (2003), karakteristik TQM adalah sebagai berikut :

1. Fokus pada pelanggan

2. Obsesi terhadap kualitas

3. Pendekatan ilmiah

4. Komitmen jangka panjang

5. Kerja sama tim (teamwork)

6. Perbaikan sistem secara berkesinambungan

7. Pendidikan dan pelatihan

8. Kebebasan yang terkendali

9. Kesatuan tujuan

10. Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan

Selanjutnya menurut Nasution (2005), manfaat atau pengaruh Total Quality Management dikelompokkan menjadi dua yaitu dapat memperbaiki posisi persaingan (manfaat rute pasar) dan meningkatkan keluaran bebas dari kerusakan (manfaat rute biaya). Manfaat dan pengaruhnya tampak pada gambar berikut :

Diagram Alir Manfaat Total Quality Management. Sumber : Satriawan, 2017

Berdasarkan gambar di atas, pada rute pertama yakni rute pasar, perusahaan dapat memperbaiki posisi persaingan sehingga pangsa pasarnya semakin besar dan harga jualnya dapat lebih tinggi. Juga mengarah pada meningkatnya penghasilan sehingga laba yang diperoleh juga semakin besar. Lalu di rute kedua (rute biaya), perusahaan dapat meningatkan output yang bebas dari kerusakan melalui upaya perbaikan kualitas. Hal ini menyebabkan biaya operasi perusahaan berkurang sehingga dengan demikian laba yang diperoleh pun akan meningkat.

Dapat disimpulkan bahwa Total Quality Management memberikan jaminan bagi pelanggan, bahwa perusahaan mempunyai tanggung jawab tentang kualitas serta mampu menyediakan produk dan jasa sesuai dengan kebutuhan mereka. Sebuah perusahaan yang memahami mengapa mereka memperkenalkan Total Quality Management dapat menerapkan suatu sistem fleksibel yang cocok bagi mereka sendiri dan menyadari manfaat serta keefektifan yang dihasilkan Total Quality Management.

Manfaat lain yang didapatkan dari penerapan Total Quality Management adalah sebagai berikut :

1. Moral kerja karyawan yang lebih tinggi

2. Proses yang lebih efisien

3. Lebih banyak waktu untuk inovasi dan berkreasi

4. Biaya yang lebih rendah

5. Kepuasan pelanggan meningkat (Nasution, 2005).

E. Sekilas Tentang Peningkatan Sumber Daya Manusia

Salah satu prasyarat yang harus dipenuhi dalam implementasi sistem manajemen mutu terpadu adalah peningkatan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) secara berkelanjutan. Sebab antara total quality management dan human resource management saling berkesinambungan dalam sebuah organisasi untuk tujuan yang sama yaitu produktivitas, profitabilitas, perusahaan yang berorientasi pelanggan dan tenaga kerja yang termotivasi (Shahraki et al., 2011). Secara umum metode peningkatan SDM ada 5 yaitu Training (Pelatihan), Coaching (Pembinaan), Consulting (Konsultasi), Mentoring (Pengajaran), dan Counseling (Konseling) (Syarifuddin, 2018). Penjelasannya adalah sebagai berikut :

a) Training (Pelatihan)

Training adalah proses transfer kemampuan kepada para peserta training. Di sini kata kuncinya adalah proses penguasaan kemampuan. Dalam sebuah training yang juga sering disebut workshop adalah peserta melakukan praktek yang menghasilkan sebuah skill atau keterampilan baru. Kemudian keterampilan tersebut bisa dikuasai jika dipraktekkan dan diulang — ulang untuk semakin mengasah kemampuan peserta.

b) Coaching (Pembinaan)

Coaching adalah proses ketika karyawan dibantu oleh seorang coach yang adalah pembina untuk mencapai sebuah tujuan pegawai atau organisasi. Di sini kata kuncinya adalah mencapai goal. Seorang pembina juga berperan sebagai partner akuntabilitas untuk memastikan karyawan menjalankan hal-hal yang akan dilakukan (Syarifuddin, 2018). Peran manajer sebagai pembina diuraikan sebagai berikut :

  • Manajer biasanya berinisiatif melakukan diskusi yang dilakukan secara reguler dan orientasinya pada pekerjaan.
  • Bersifat positif atau korektif, menekankan peran manajer memberi perintah, melatih, dan mengajar bawahannya.
  • Manajer sering memberi nasihat spesifik tentang apa yang harus dilakukan bawahannya dan bagaimana melakukannya.
  • Sasarannya adalah memperbaiki kinerja pekerja sebagai individu dan anggota tim (Syarifuddin, 2018).

c) Consulting (Konsultasi)

Dalam hal ini ada seorang ahli (konsultan) yang dipanggil bisa dari luar ataupun orang dalam instansi untuk membantu para karyawan di instansi tersebut dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Di sini kata kuncinya adalah problem solving (pemecahan masalah).

d) Mentoring (Pengajaran)

Mentoring adalah proses dimana seorang yang lebih berpengalaman memberikan saran, nasehat, bimbingan dan berusaha meningkatkan pengembangan professional pekerja baru. Yang menjadi inti dari proses ini adalah pengalaman dan pengetahuan.

Manfaat dari mentoring antara lain adalah :

  • Mengembangkan aset manusia dalam organisasi.
  • Membantu mentransfer pengetahuan penting (Syarifuddin, 2018).
  • Menjadi sarana yang menarik untuk pengembangan sumber daya manusia.
  • Mampu untuk meningkatkan kinerja sumber daya manusia dalam perusahaan.
  • Menjadi langkah pengembangan diri dan karier serta membantu karyawan untuk semakin dihargai (Turner, 2012).

e) Counseling (Konsultasi)

Konseling merupakan setiap aktivitas yang terjadi di tempat pekerjaan dimana

seorang individu memikul tanggung jawab atas dan mengelola pengambilan keputusannya sendiri, baik yang bersifat ada hubungannya dengan pekerjaan atau bersifat pribadi. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan langkah-langkah sebagai berikut :

  • Memperhatikan dengan cerdas dan memahami
  • Menghindari sifat menghakimi
  • Mendefinisikan masalah
  • Mengubah perspektif
  • Tetap waspada dan fleksibel
  • Mengamati perilaku
  • Menyimpulkan pertemuan

Seseorang yang melaksanakan disebut konselor dan memiliki tugas sebagai berikut :

  • Mengidentifikasi masalah yang dihadapi pekerja
  • Mengajukan pertanyaan secara terbuka dan tidak bersifat direktif
  • Mendengarkan masalah yang disampaikan dengan penuh perhatian
  • Mengembangkan sensitivitas dengan mempertimbangkan nilai- nilai individu
  • Refleksi masalah dari sudut pandang individu
  • Memberikan empati pada perasaan dan keinginan individu
  • Tidak memihak, menahan diri untuk menentukan solusi
  • Memiliki keyakinan bahwa pekerja dapat memecahkan masalahnya sendiri.

Sedangkan peran manajer sebagai konselor adalah sebagai berikut :

  • Inisiatif diskusi biasanya datang dari karyawan.
  • Dilakukan apabila timbul masalah atau ketika karyawan merasakan adanya masalah yang perlu diselesaikan.
  • Persoalan yang dibahas dapat berupa persoalan pribadi atau pekerjaan.
  • Manajer harus lebih banyak memperhatikan bawahannya dan menghindari memberikan nasihat spesifik serta membantu karyawan mengatasi masalahnya sendiri.

F. Kepuasan Pelanggan

Telah dijelaskan bahwa Total Quality Management saat ini telah memberi dampak pergeseran orientasi pola pikir organisasi dalam pengembangan produk yaitu dari yang semula lebih berorientasi pada produk menjadi lebih berorientasi pada konsumen dan pelanggan di masa setelah munculnya TQM. Fokus terhadap produk sangat terlihat jelas hingga tahun 1900-an akhir, di mana produk-produk dengan kualitas sangat baik benar-benar diminati konsumen, hingga produsen berlomba-lomba memproduksi produk yang berkualitas sangat baik dalam hal-hal yang tangible atau dapat dirasakan. Namun, kemudian organisasi mulai sadar akan lamanya siklus umur produk tidak selamanya membawa dampak baik dan keuntungan bagi kesinambungan perusahaan, sebab konsumen cenderung sangat tanggap terhadap tren sehingga selera konsumen pun cepat mengalami perubahan. Hal inilah yang memicu perusahaan untuk mengubah paradigma orientasi dalam perancangan produk yang tidak semata-mata mengedepankan kualitas produk (product oriented) tetapi juga berorientasi kepada konsumen dan pelanggan (costumer oriented). Hal ini dapat dilihat dari lakunya produk-produk berbasis trend dan berkembang pesatnya pertumbuhan bisnis dari produsen produk tersebut (Tannady, 2015).

Salah satu contoh adalah pada produk telepon genggam (handphone) yang mana di masa awal peluncuran di era 70an hingga era 90an terakhir masih berfungsi hanya sebagai sarana komunikasi yang masih terbatas untuk menelepon, mengirim pesan singkat (short message service) dan juga dengan ukuran yang sangat besar dan berat seperti telepon rumah pada umumnya serta tampilan yang masih monoton. Di pertengahan era 2000an mulai bermunculan handphone yang tidak hanya sebagai sarana komunikasi melainkan juga penunjang sarana hiburan seperti untuk memutar musik, video, kreativitas desain dan fotografi, petunjuk arah, penunjang infromasi, permainan dengan visual menarik dan lebih kompleks, kapasitas memori penyimpanan data dan RAM yang lebih banyak, tampilan yang tidak lagi monoton dan lebih praktis untuk dibawa. Menunjukan bahwa produsen handphone segera tanggap dalam merespon keperluan konsumen yang menekankan produk berbasis pada trend kekinian.

Tingkatan Kepuasan Pelanggan. Sumber : Tannady, 2015

Orientasi kepada konsumen atau pelanggan tidak dapat dipisahkan dari kualitas layanan yang diberikan oleh produsen atau penyedia layanan. Berbagai studi dan penelitian memaparkan bahwa di samping kualitas produk dan harga jual, kualitas layanan jugasangat berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Sehingga pelayanan yang baik telah mengubah dari pembeli yang tadinya hanya berstatus sebagai konsumen akan bermigrasi menjadi pelanggan. Jika status pembeli telah menjadi pelanggan, banyak organsasi percaya bahwa pelanggan tersebut akan mulai menyebarluaskan mengenai apa yang ia konsumsi kepada teman, keluarga, dan koleganya, dimana pada tahap ini tengah berjalan WOM (Word of Mouth). Sehingga harapan jangka panjangnya adalah membentuk pelanggan yang setia atau dikenal dengan istilah customer loyalty, pelanggan dengan status ini umumnya tetap akan bertahan atas sebuah produk, walaupun produsen lain memberikan potongan harga atas produk serupa yang dipasarkan (Tannady, 2015).

BAB III — KESIMPULAN

Organisasi atau perusahaan membenahi sumber daya yang dimilikinya melalui penerapan Total Quality Management (TQM). Penerapan TQM yang efektif membawa pengaruh positif sehingga pada akhirnya akan memberikan manfaat bagi organisasi. Implementasi TQM juga berdampak positif terhadap biaya produksi dan pendekatan perusahaan. Sehingga dengan demikian perusahaan lebih mampu dan siap untuk melangkah di tengah persaingan global yang akan semakin meningkat di masa depan.

Tokoh yang pertama kali mengajarkan dan mengintroduksi adanya TQM dengan mencegah terjadinya produk cacat adalah W. Edward Deming yang tahapannya terdiri dari Plan (Merencanakan), Do (Melaksanakan), Check (Memeriksa), Action (Menindak) ini dikenal sebagai Roda Deming atau PDCA Wheel. Sementara dalam pelaksanaan TQM terdiri dari 7 instrumen antara lain Quality Function Deployment, Rumah Kualitas, Teknik Taguchi, Quality Lost Function, Bagan Pareto, Bagan Arus Proses, dan Bagan Sebab Akibat (Fishbone).

Total Quality Management erat kaitannya dengan pengelolaan sumber daya secara professional sehingga mampu mewujudkan keseimbangan antara kebutuhan para karyawan dengan tuntutan dan kemampuan perusahaan. Organisasi atau perusahaan yang menerapkan Total Quality Management selain bertujuan untuk memenuhi standard perusahaan itu sendiri juga untuk memenuhi tuntutan perubahan lingkungan dalam rangka mencapai peningkatan kepuasan serta harapan pelanggan. Peningkatan kepuasan pelanggan merupakan indikator bahwa perusahaan tersebut sukses mengimplementasikan sistem Manajemen Mutu Terpadu secara maksimal, walaupun masih dalam tahap tujuan eksternal. Sebab banyak perusahaan atau organisasi yang memiliki administratif tidak begitu baik namun berhasil dalam hal memenuhi kepuasan pelanggan.

DAFTAR PUSTAKA

Ariani, Dorothea Wahyu. 2014. Manajemen Kualitas:Pendekatan Sisi Kualitas. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.

Bounds, G. 1994. Beyond Total Quality Management Toward the Emerging Paradigm dalam Satriawan, Bismar Harris. 2017. Studi Kasus Total Quality Management : Analisis Akar Masalah Penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di Kabupaten Purbalingga. Studi Kasus. Yogyakarta : Program Studi Magister Ilmu Pemerintahan, MIP UMY.

Dawson, Jennifer. 2017. Decoding Quality Terminology. Diakses tanggal 30 September 2019, dari https://www.g2intelligence.com/decoding-quality-terminology/.

Gaspersz, Vincent. 2005. Total Quality Management. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Glover, Linda. and Noon, Mike. 2005. Shop-floor Workers’ Responses to Quality Management Initiatives: Broadening the Disciplined Worker. Journal of Work Employment Society. 19(4) : 727–745.

Heizer, J. and Render, B. 2005. Operations Management. Jakarta : Salemba Empat.

Ishikawa, Kaoru. 1992. Pengendalian Mutu Terpadu dalam Nasution, M.N. 2005. Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management). Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nasution, M.N. 2005. Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management). Jakarta: Ghalia Indonesia.

Oakland, J.S. 1995. Best Practice Customer Service dalam Satriawan, Bismar Harris. 2017. Studi Kasus Total Quality Management : Analisis Akar Masalah Penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di Kabupaten Purbalingga. Studi Kasus. Yogyakarta : Program Studi Magister Ilmu Pemerintahan, MIP UMY.

Pande, P.S., and L, Holpp. 2001. What Is Six Sigma? dalam Scarvarda, A.J., Tatiana Bouzdine-Chameeva, Susan Meyer Goldstein, Julie M. Hays, Arthur V. Hill. 2004. A Review of the Causal Mapping Practice and Research Literature. Paper. Cancun : Second World Conference on POM and 15th Annual POM Conference.

Pawitra, T. 1993. Kepuasan Pelanggan Sebagai Keunggulan Daya Saing : Konsep, Pengukuran, dan Implikasi Stratejik. Jurnal Manajemen Prasetiya Mulya. 1(1) : 1–9.

Prawirosentono, Suyadi. 2001. Filosofi Baru Tentang Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management) Abad 21. Jakarta : Bumi Aksara.

Ross, J.E. (1995). Total Quality Management: Text, Cases and Reading (2nd ed.). Singapura : S.S. Mubaruk & Brothers Fte Ltd.

Sallis, Edward. 2011. Total Quality Management in Education. Yogyakarta : Ircisod.

Satriawan, Bismar Harris. 2017. Studi Kasus Total Quality Management : Analisis Akar Masalah Penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di Kabupaten Purbalingga. Studi Kasus. Yogyakarta : Program Studi Magister Ilmu Pemerintahan, MIP UMY.

Scarvarda, A.J., Tatiana Bouzdine-Chameeva, Susan Meyer Goldstein, Julie M. Hays, Arthur V. Hill. 2004. A Review of the Causal Mapping Practice and Research Literature. Paper. Cancun : Second World Conference on POM and 15th Annual POM Conference.

Suprantiningrum, Rr. 2003. Pengaruh Total Quality Management terhadap Kinerja Manajerial Dengan Sistem Pengukuran dan Sistem Penghargaan (Reward) Sebagai Variabel Moderating (Studi Empiris pada Hotel di Indonesia). Tesis. Semarang : Program Studi Magister Sains Akuntansi, MAK UNDIP Semarang.

Suyitno. 2016. Peningkatan Sumberdaya Manusia Melalui Penerapan Total Quality Management. Jurnal Akuntansi, Ekonomi dan Manajemen Bisnis. 4(2) : 150–151.

Syarifuddin. 2018. Manajemen Kinerja dan Kompensasi : Pembinaan Sumber Daya Manusia. Bandung : Telkom University.

Tannady, Hendy. 2015. Pengendalian Kualitas. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Tjiptono, Fandy dan Diana, Anastasia. 2003. Total Quality Management (TQM). Yogyakarta : Andi.

Turner, P. S. 2012. A Strategic Approach to Coaching in Organisations: A Case Study. The International Journal of Mentoring and Coaching. 10(1) : 9–26.

Zusrony. 2013. Pengaruh Penerapan Peran Total Quality Management Terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia. Jurnal Manajemen dan Bisnis. 17(1) : 51–57.

--

--

Lady Sion
Lady Sion

Written by Lady Sion

Jika tulisan adalah fisiknya,maka pikiran adalah ruhnya.Jika kerja adalah raganya,maka karsa adalah jiwanya.Jika karya denyut nadi,maka rasa sebagai nyawanya.

No responses yet